Cari Blog Ini

Selasa, 20 April 2010

Pengaruh Guru Profesional Terhadap Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam

Keberhasilan proses belajar mengajar sangat bergantung kepada guru yang profesional. Proses belajar mengajar tidak akan membawa hasil yang menggembirakan bila dilakukan oleh guru yang tidak kompeten dan profesional. Pekerjaan yang bersifat profesional ini adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus dipersiapkan untuk itu, baik melalui proses pendidikan maupun pelatihan.

Semakin tinggi tingkat pendidikan yang harus dipenuhinya, maka semakin tinggi pula derajat profesi yang diembannya, yang pada akhirnya semakin tinggi pula kualitas peserta didik yang dihasilkan. Oleh karena itu, jabatan guru tidak boleh diberikan kepada orang yang belum memenuhi standar kompetensi profesional, serta mereka yang karena tidak memperoleh pekarjaan lain. Apabila jabatan guru dianggap suatu pekerjaan yang mudah dilakukan oleh siapa saja dan tidak perlu memenuhi standar kompeten dan profesional, maka tidak akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan atau bahkan tidak ada hasil yang diperoleh dari proses pendidikan tersebut.

Demikian halnya dengan pendidikan agama Islam. Mutu pendidikan Agama Islam akan bagus, tujuan pendidikan Agama Islam yakni melahirkan generasi yang senantiasa beriman dan beribadah serta bertaqwa kepada Allah SWT. akan tercapai bila tugas ini dilakukan oleh guru-guru yang profesional pula.

Ada beberapa pengaruh guru profesional terhadap proses belajar mengajar pendidikan Agama Islam yakni :
a. Kurikulumnya tersusun dengan baik (berbasis ummat), yakni penyusunan kurikulum tidak asal-asalan, tapi berdasarkan kebutuhan ummat.
b. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) akan berjalan dengan baik dan lancar bila dilaksanakan oleh guru yang profesional, karena dia tahu betul seluk beluk dalam kegiatan belajar mengajar yang sebenarnya.
c. Tujuan pembelajaran yang dicita-citakan yakni menanamkan tauhid atau keimanan, amal yang shaleh serta mencapai derajat taqwa akan tercapai oleh peserta didik bila tugas berat ini dilakukan oleh guru profesional.
d. Mutu pendidikannya akan terjamin baik.
e. Melahirkan peserta didik yang berkualitas tinggi dan bisa berkompetisi di masyarakat.
f. Dan pada akhirnya, lembaga pendidikan yang dikelola oleh guru yang profesional akan menjadi pendidikan unggulan yang mana seluruh umat berbondong-bondong menyekolahkan anaknya dilembaga tersebut.

Untuk itu, agar pendidikan Islam lebih bermutu dan melahirkan peserta didik yang berkualitas dan berprestasi serta gemar dan istiqomah dalam melaksanakan syari’at Allah SWT. maka diperlukan kehadiran guru yang profesional. Apapun yang diajarkan seorang guru terhadap peserta didiknya harus diyakini kebenarannya oleh guru tersebut. Dan seorang guru yang profesional bukan hanya ahli dalam menyampaikan pelajaran kepada peserta didiknya saja, tetapi ahli, gemar serta istiqomah pula dalam mengaplikasikan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Wallahu’alam

Faktor-faktor yang Mampu Menciptakan Guru yang Profesional

Ada beberapa faktor yang mampu menciptakan guru yang profesional di antaranya adalah :

a. Faktor pendidikan guru.
Salah satu faktor yang menyebabkan terpuruknya pendidikan di negara kita adalah karena faktor guru tidak menempuh pendidikan keguruan. Atau setidak-tidaknya seorang guru tidak membaca dan mempelajari ilmu-ilmu keguruan, kurang membaca dan mempelajari serta mengkaji ilmu-ilmu pendidikan dan pengajaran yang baik dan benar.

Prof. Sutjipto, Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dalam jurnalnet mengatakan bahwa saat ini baru 50% guru se Indonesia yang memiliki standarisasi dan kompetensi. Kondisi seperti ini masih dirasakan kurang sehingga kualitas pendidikan kita belum menunjukan peningkatan yang signifikan. Sementara dari data statistik Human Development Index (HDI) terdapat 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% guru SMA, dan 34% guru SMK dianggap belum layak untuk mengajar dijenjang masing-masing. Selain itu, 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan dibidang studinya. Oleh karena itu, tugas pemerintah dan lembaga-lembaga terkaitlah untuk memperhatikan tingkat pendidikan guru-guru tersebut agar keterpurukan ini tidak berlanjut lama.

Tugas membimbing, mendidik dan mengajar tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Seorang guru dalam melaksanakan tugas membimbing, mendidik dan mengajar harus mempunyai keahlian (profesional). Tanpa keahlian yang memadai maka pendidikan sulit berhasil. Keahlian itu hanya bisa didapatkan jika seorang calon guru menempuh pendidikan tertentu (khusus) yakni pendidikan keguruan, sehingga mendapat legalitas berupa ijazah dari LPTK, serta ilmu yang terstruktur. Melalui pendidikan ini seorang guru akan mengetahui tugas, peran dan kode etiknya serta mengetahui struktur pembelajaran yang baik dan bermutu.

Setiap guru harus memiliki kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan. Dengan demikian seorang calon guru seharusnya telah menempuh program pendidikan guru pada suatu lembaga pendidikan guru tertentu.

b. Faktor penguasaan terhadap materi/bahan pelajaran.
Seorang guru yang profesional harus menguasai betul terhadap bahan pelajaran yang akan diajarkan, sehingga ketika menyampaikannya kepada peserta didik tidak ada hambatan yang berarti dan peserta didik mudah menyerapnya.

Penguasaan terhadap materi/bahan pelajaran bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan, khususnya dalam proses belajar mengajar yang melibatkan guru mata pelajaran. Adapun upaya peningkatan penguasaan materi/bahan pelajaran bagi guru yakni melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), melalui buku sumber yang tersedia, melalui ahli/ilmuan yang bersangkutan, melalui kursus pendalaman materi dan melalui pendidikan khusus.

c. Faktor penguasaan terhadap metode pendidikan.
Metode sebagai jalan dan cara untuk mencapai tujuan pendidikan, harus dikuasai oleh seorang guru profesional, sehingga pada saat mengajar, guru bisa menempatkan metode pengajaran sesuai dengan bahan pelajaran yang diajarkan, serta mudah dalam mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Sehebat apapun penguasaan seorang guru terhadap suatu materi pelajaran, tetapi disaat mengajar metode yang digunakan tidak tepat, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai.

Oleh karena itu, disamping menguasai materi pelajarannya, seorang guru juga harus menguasai metode pengajarannya, agar tercapai tujuan pembelajaran yang dicita-citakan, dan dengan menguasainya maka secara perlahan dia akan bertambah ahli dalam mengajar.

d. Faktor penguasaan terhadap media/alat pendidikan.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa media/alat pendidikan menempati posisi yang sangat urgen dalam kegiatan belajar mengajar. Di samping sebagai salah satu faktor penunjang keberhasilan pendidikan, media/alat pendidikan juga dapat menghantarkan guru yang memakainya menjadi lebih profesional dalam profesinya sebagai pendidik. Seorang guru profesional yang senantiasa menggunakan media/alat pendidikan dalam proses pembelajaran, juga dapat lebih mudah menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik, dan memudahkan serta mempercepat peserta didik untuk memahami bahan pelajaran yang diajarkan.

e. Faktor mukafaah (gaji)
Dari sekian banyak jabatan profesi, di antara yang paling murah gajinya adalah profesi guru, sehingga tidak banyak orang berminat dengan profesi ini, meskipun dia memiliki kompetensi dan profesional dalam bidang keguruan. Kalau pada profesi yang lain, orang akan mendapatkan gaji sesuai dengan pekerjaannya setiap hari, terlepas dari sistem penggajiannya mingguan atau bulanan. Tetapi profesi guru (Non Pegawai Negeri Sipil) di negeri ini yang sedang berjalan adalah guru mengajar rata-rata sebulan (8-10 jam pelajaran) hanya di gaji 2 jam pelajaran.

Di sisi lain terdapat perbedaan pendapatan yang sangat mencolok antara guru Pegawai Negeri Sipil dengan guru non Pegawai Negeri Sipil. Padahal di Indonesia ini yang paling banyak adalah guru non Pegawai Negeri Sipil. Dan lebih ironis lagi saudara-saudara kita yang berada di daerah-daerah terpencil, sudah gaji kecil masih dirapel 5-6 bulan bahkan lebih dari itu.

Dari potret penggajian guru kita tersebut di atas, maka salah satu faktor yang menyebabkan kurang profesionalnya seorang guru dalam mengemban profesinya sebagai pendidik adalah minimnya mukafaah atau gaji yang diterima dari profesinya dalam menutupi kebutuhan hidup yang semakin hari terus meningkat. Jangankan berpikir untuk membeli koran, majalah, buku-buku atau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi untuk meningkatkan kompetensi profesinya, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang paling mendasar saja masih kurang. Hal tersebut banyak kita temukan disegenap lembaga-lembaga yang mengelola pendidikan, baik pemerintah maupun swasta.

Minimnya mukafaah guru yang diterima dari profesinya mengakibatkan seorang guru mencari pendapatan lain secara serabutan atau mengajar di banyak sekolah. Dampaknya adalah perubahan fungsi seorang guru yang tadinya sebagai pendidik yang senantiasa mendidik, membimbing dan mengembangkan mental, moral, spiritual dan kecerdasan peserta didik menjadi hanya sekedar pengajar. Artinya, kehadiran guru di kelas hanya sekedar tuntutan kewajiban belaka yakni menyempaikan mata pelajaran. Mereka hanya mengajarkan ilmu pada peserta didik saja dengan kemampuan yang pas-pasan karena apa yang disampaikan hanya mengacu ke buku teks saja. Guru seperti ini punya pemahaman “Yang penting jam pelajaran terisi dan materi pelajaran tersampaikan, urusan mengerti atau tidak mengerti adalah bagaimana peserta didik belajarnya.” Pada akhirnya peserta didik pun terlantar dan hasil akhirnya pun tidak menggembirakan.

Setiap guru memiliki kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan. Dengan demikian, dia memiliki kewenangan mengajar dan diberikan mukafaah (imbalan) secara wajar sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

Oleh karena itu, tugas pemerintah dan lembaga-lembaga yang mengelola pendidikan tersebut untuk terus meningkatkan mukafaah para gurunya, agar dia dapat hidup layak di tengah masyarakat dan memotivasi dia untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik. Dengan demikian, mukafaah atau gaji sangat mendorong seorang guru sehingga bisa lebih profesional dalam keguruannya, lebih ikhlas dalam mengemban tugasnya, karena dia mengkonsentrasikan diri sepenuhnya pada profesi keguruannya.

f. Faktor pemahaman guru terhadap tugas dan perannya
Apabila seorang guru memahami betul terhadap tugas dan perannya yakni mendidik individu supaya beriman kepada Allah, melaksanakan syariat-Nya, senantiasa beribadah dan bertaqwa kepada Allah serta berperan sebagai pembimbing, pendidik dan pengajar, kesemuanya dilaksanakan dengan baik dan ikhlas, maka dengan sendirinya ia akan semakin profesional dalam profesi keguruannya. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa tugas dan peran guru sangat penting, bahkan bertugas menyampaikan risalah kenabian kepada manusia. Semakin menguasai tugas dan perannya, maka seorang guru akan semakin profesional dalam melaksanakan tugas dan perannya pula.

g. Faktor akhlak/etika.
Akhlak/etika merupakan salah satu sifat yang melekat dalam diri seseorang, dan sifat itu akan senantiasa mewarnai orang tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Apabila yang keluar dari dalam diri orang tersebut adalah sifat yang baik maka ia disebut orang yang berakhlak baik tapi apabila yang keluar sebaliknya, maka ia termasuk orang yang berakhlak buruk.

Akhlak/etika merupakan salah satu faktor penunjang seorang guru menjadi guru yang profesional atau tidak. Seorang guru merupakan cermin bagi peserta didiknya. Oleh karena itu, seorang guru harus menjunjung tinggi akhlak/etika keguruannya sehingga dia menjadi lebih profesional dalam jabatannya. Sehingga pada akhirnya, dia menjadi suri tauladan dalam kelas maupun di luar kelas.

Wallahu’alam

Ciri-ciri Guru Profesional Terhadap Peningkatan Keberhasilan Belajar Pendidikan Agama Islam

a. Profesional dalam akademis

Sebagai seorang pendidik, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional. Dalam diskusi pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan, yang diselenggarakan oleh PPS IKIP Bandung tahun 1990, dirumuskan ciri suatu profesi yaitu :
1. Memiliki fungsi dan signifikansi sosial.
2. Memiliki keahlian atau keterampilan tertentu.
3. Keahlian atau keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4. Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas.
5. Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama.
6. Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional.
7. Memiliki kode etik.
8. Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkungan kerjanya.
9. Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi.
10. Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya. (Nana Syaodi Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek)

Sementara itu Abdul Rachman Shaleh juga menyebutkan beberapa ciri seorang guru profesional, di antaranya adalah :
1. Jabatan guru adalah tugas memanusiakan manusia dan lebih dari sekedar mencari nafkah.
2. Guru harus menunjukan kompetensi mengajar yang ditunjukan dengan ijazah dari LPTK yang bersangkutan.
3. Mengajar mempersyaratkan pemahaman dan keterampilan yang tepat.
4. Guru perlu meningkatkan dirinya setiap saat agar tumbuh dan berkembang dalam jabatan.
5. Guru harus memiliki kode etik yang disepakati. (Abdul Rachman Shaleh Pendidikan Agama Dan Keagamaan)

Di samping beberapa ciri tersebut di atas, ada beberapa ciri guru profesional yang lain yakni :
1. Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat, yakni ikut berperan serta dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan.
2. Bekerja atas dasar dorongan dan panggilan hati nurani, sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat yakni mencerdaskan peserta didik yang merupakan generasi penerus bangsa.

Dari penjelasan di atas, maka jabatan guru sebagai tenaga profesional dalam bidang akademis tidak bisa digantikan oleh manusia yang tidak berkompeten dan tidak profesional dalam masalah tersebut. Sama halnya dengan jabatan seorang dokter tidak bisa digantikan oleh manusia umumnya, karena tidak memiliki kemampuan dan keahlian dalam dunia kedokteran. Demikian juga jabatan-jabatan dalam bidang yang lain yang memerlukan keahlian khusus yang tidak bisa diwakilkan oleh orang lain.

b. Profesional dalam sikap/akhlak

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa akhlak itu sendiri sebagai disebutkan oleh Ibn Miskawaih dan Imam al Ghazali adalah eksperimen jiwa yang tampak dalam perbuatan dan meluncur dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Akhlak bukan suatu yang bersifat pembawaan, tetapi perlu diusahakan secara bertahap, di antaranya adalah melalui pendidikan.

Di dalam diri manusia, ada potensi untuk melakukan kebaikan dan ada pula potensi untuk melakukan keburukan. Apabila dalam kehidupan seseorang senantiasa dipupuk untuk melakukan kebaikan dan selalu bergaul dengan orang yang berakhlak baik, maka kemungkinan besar ia akan keluar menjadi orang yang baik dan itulah akhlaknya. Tetapi bila dalam kehidupan seseorang senantiasa dipupuk untuk melakukan keburukan dan senantiasa bergaul dengan orang yang berakhlak buruk, maka ia akan menjadi manusia yang berakhlak tidak baik atau tercela.

Berkaitan dengan profesional dalam sikap/akhlak, seorang guru sebagai tenaga profesional, bukan sekedar mempunyai keahlian dalam pengetahuan (teori), tetapi juga dituntut harus ahli pula dalam sikap/akhlak. Artinya, seorang guru sebagai tenaga profesional, disaat ia mengajarkan pengetahuan ia harus menunjukan sikap/akhlak yang baik dan mengikuti kode etik profesional keguruannya. Karena dia akan menjadi figur dan uswatu al hasanah yang akan ditiru oleh peserta didiknya.

Wallahu a'lam

Profesionalisme Guru Terhadap Peningkatan Keberhasilan Belajar Pendidikan Agama Islam

Profesionalisme berasal dari kata profesi yakni bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Dr. Nana Sudjana menyatakan bahwa profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian, dan sebagai kata benda berarti orang yang mempunyai keahlian. Artinya pekerjaan atau jabatan profesional tersebut memerlukan suatu keahlian khusus, seperti seorang dokter, ahli hukum Islam dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan dilakukan oleh orang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. (Moh. Uzer Usman Menjadi Guru Profesional)

Dr. Sikun Pribadi berpendapat bahwa, profesi itu pada hakekatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. (Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi)

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa guru profesional adalah guru yang mempunyai atau memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga dia mampu melakukan tugas dan perannya dengan baik dan benar. Seorang guru dikatakan profesional jika memiliki disiplin ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam, memiliki keterampilan serta memiliki sikap yang dituntut oleh pekerjaan dalam melaksanakan tugasnya.

Demikian halnya dengan pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam akan bermutu dan dapat diperhitungkan oleh masyarakat jika pengelola pendidikan tersebut adalah tenaga-tenaga profesional dan mengerti tentang aturan main dalam pengelolaan pendidikan Islam. Pendidikan agama Islam juga akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas tinggi jika staf pengajarnya adalah tenaga-tenaga guru yang profesional dalam bidangnya.

Oleh karena itu, pendidikan agama Islam tidak akan mencapai hasil yang optimal, tidak bermutu tinggi, tidak mencetak generasi yang berilmu, generasi yang beriman serta generasi yang bertaqwa kepada Allah SWT. apabila tugas pendidikan ini diserahkan kepada tenaga guru yang tidak profesional. Atau dengan kata lain, jika tugas pendidikan diserahkan kepada tenaga guru yang tidak profesional dan tidak kompetebel, maka akan terjadi kemunduran dan kehancuran pendidikan tersebut.

Hal tersebut sebagaimana disinyalir oleh Nabi Muhammad Saw dengan sabdanya :
اذا وسد الأمر الى غير اهله فانتظر الساعة
Artinya :
“Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan profesinya, maka tunggulah kehancurannya” (HR. Bukhari).

Wallahu a’lam

Kode Etik Guru

Kode etik berasal dari dua kata, yaitu kode yang berarti tulisan (kata-kata, tanda). Sedangkan etika berarti aturan atau susila, sikap atau akhlak. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Dengan demikian, kode etik secara kebahasaan berarti ketentuan atau aturan yang berkenaan dengan tata susila dan akhlak. Kode etik/akhlak itu sendiri sebagaimana disebutkan oleh Imam al Ghazali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Kode etik mengatur bagaimana seorang guru harus bertingkah laku sesuai dengan norma-norma pekerjaannya, baik berhubungan dengan peserta didik maupun dengan sesama guru. Tingkah laku/akhlak tersebut melekat dalam jiwa seseorang dan mendarah daging, sehingga meluncur dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan atau tanpa dibuat-buat. Karena apabila dibuat-buat, maka itu bukan akhlaknya melainkan suatu kepura-puraan.

Dalam dunia pendidikan kita, terkadang ditemukan guru yang tidak memiliki kode etik keguruan atau paham terhadap kode etik keguruan tetapi tidak diaplikasikan. Tidak menunjukan sikap/akhlak yang baik terhadap sesama guru dan tidak punya sopan santun layaknya seorang guru. Tidak mempunyai belas kasihan terhadap peserta didik, sehingga yang tampak adalah kekerasan, pelecehan dan pemerkosaan terhadap peserta didiknya.

Oknum guru semacam ini sering ditemukan di lingkungan dunia pendidikan kita dan guru seperti inilah yang menyebabkan merosotnya wibawa dan citra guru di mata masyarakat serta tingkat kepercayaan masyarakat terhadap guru pun menjadi berkurang.
Berdasarkan hal tersebut, maka ada beberapa ciri kode etik yang perlu di perhatikan oleh seorang guru yakni :
a. Tingkah laku yang diperbuat itu telah mendarah daging dan menyatu menjadi kepribadian yang membedakan antara individu satu dengan lainnya.
b. Tingkah laku tersebut sudah dapat dilakukan dengan mudah dan tanpa memerlukan pemikiran lagi.
c. Perbuatan yang dilakukan itu timbul atas tekanan dari orang lain.
d. Perbuatan yang dilakukan berada dalam keadaan yang sesungguhnya, bukan berpura-pura atau bersandiwara.
e. Perbuatan tersebut dilakukan dengan niat semata-mata karena Allah, sehingga perbuatan dimaksud bernilai ibadah dan kelak mendapatkan pahala dari Allah SWT. (Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia)

Sementara menurut Ramayulis kode etika guru di antaranya adalah :
a. Guru hendaknya mengajar dengan niat mengharapkan ridha dari Allah SWT.
b. Guru hendaknya tidak menolak untuk mengajar peserta didik yang tidak mempunyai niat tulus dalam belajar.
c. Guru hendaknya mencintai peserta didik seperti mencintai dirinya sendiri.
d. Guru hendaknya memotivasi peserta didik untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
e. Guru hendaknya menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dimengerti dan berusaha agar peserta didiknya dapat memahami pelajaran.
f. Guru hendaknya melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya.
g. Guru hendaknya bersikap adil terhadap semua peserta didik.
h. Guru hendaknya berusaha membantu memenuhi kemaslahatan peserta didik, baik dengan kedudukan ataupun hartanya.
i. Guru hendaknya terus memantau perkembangan peserta didik, baik intelektual maupun akhlaknya.

Sedangkan etika pendidik menurut Muhammad Jameel Zeeno di antaranya adalah :
a. Mengucapkan salam pada saat masuk ke dalam kelas.
b. Seorang guru tidak diperkenankan meminta peserta didiknya berdiri pada saat ia masuk ke ruang kelas.
c. Seorang guru sudah sepantasnya menunjukan wajah penuh senyum.
d. Seorang guru dianjurkan untuk memulai pelajarannya dengan mengatakan kalimat pembuka yang biasa dilakukan oleh Rasulullah Saw, sebagai berikut, Segala puji bagi Allah. Kami memuji, meminta pertolongan dan memohon ampun hanya kepada-Nya, dan seterusnya.
e. Seorang guru harus menggunakan kata-kata yang baik kepada peserta didiknya.
f. Seorang guru sebisa mungkin menghindari ucapan yang dapat melukai dan menjatuhkan perasaan orang lain terutama peserta didiknya, karena peserta didik akan belajar semua hal baik dan hal buruk dari gurunya.
g. Seorang guru hendaknya memperingatkan peserta didiknya yang menyibukan diri dengan hal lain selain pelajaran yang dikajinya.
h. Seorang guru hendaknya mengatur pertanyaan yang diajukan kepada peserta didik saat mengikuti pelajaran.
i. Seorang guru hendaknya memperhatikan etika Islam dengan tujuan untuk mengajari para peserta didiknya.
j. Seorang guru hendaknya menjaga kebersihan pakaiannya.
k. Seorang guru menempatkan posisi duduk untuk laki-laki di depan dan perempuan di belakang. Hal ini untuk mengantisipasi sesuatu yang tidak diinginkan. (Muhammad Jameel Zeeno, Resep Menjadi Pendidik Sukses)

Dengan demikian, kode etik adalah suatu istilah atau wacana yang mengacu kepada seperangkat perbuatan yang memiliki nilai, baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, sopan atau tidak sopan. Dengan adanya kode etik keguruan tersebut, maka seorang guru terhindar dari segala penyimpangan dalam pembelajaran. Kode etik menjadi pedoman baginya untuk tetap profesional sesuai dengan tuntutan dan persyaratan profesi. Tetapi apabila seorang guru tidak atau bahkan sengaja untuk tidak menunjukan akhlak atau moralitas sebagai seorang guru, maka akan hilang wibawa dan citra keguruannya, yang pada akhirnya tidak dihormati baik oleh sesama guru maupun peserta didiknya lebih-lebih masyarakat.

Wallahu a'lam

Tugas dan Peran Guru dalam Pendidikan Agama Islam

a. Tugas guru
Keutamaan dan kemulian seorang guru bukan terletak pada jabatan profesi gurunya, melainkan terletak pada tugas mulia yang diembannya. Tugas yang diemban seorang guru hampir sama dengan tugas seorang Rasul yakni menyampaikan risalah kenabian kepada manusia. Yang kemudian tugas itu dilanjutkan oleh umat manusia sebagai warasat al anbiya, yang pada hakekatnya mengemban misi rahmatan li al ‘alamin, yakni suatu misi yang mengajak umat manusia untuk senantiasa tunduk dan beribadah kepada Allah SWT. Tugas guru dalam proses belajar mengajar meliputi tugas paedagogis dan tugas administrasi.

Tugas paedagogis seorang guru yaitu tugas mendidik, membimbing dan memimpin. Sedangkan tugas administrasinya seperti membuat perangkat pengajaran (silabus, rencana pengajaran), penilaian proses pembelajaran, analisis hasil ulangan, menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan, membuat dan mengisi daftar nilai, membuat dan mengisi absensi, membuat catatan tentang kemajuan hasil belajara dan lain-lain.

Para ahli pendidikan Islam mengklasifikasikan tugas guru dalam pendidikan Islam di antaranya adalah :
Said Hawwa dalam bukunya “Mensucikan Jiwa” menguraikan beberapa tugas guru di antaranya adalah :
1. Belas kasih kepada peserta didik dan memperlakukannya sebagai anak.
2. Meneladani Rasulullah Saw, dengan tidak meminta upah mengajar, tidak bertujuan mencari imbalan atau ucapan terima kasih, tetapi semata-mata karena Allah dan taqarrub kepada-Nya.
3. Tidak meninggalkan nasehat kepada peserta didik sama sekali.
4. Mencegah peserta didik dari akhlak tercela.
5. Guru yang menekuni sebagian ilmu hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu lain yang tidak ditekuninya.
6. Dalam mengajar, membatasi sesuai dengan kemampuan pemahaman peserta didik.
7. Peserta didik yang terbatas kemampuannya sebaiknya disampaikan kepadanya hal-hal yang jelas dan cocok dengannya.
8. Hendaknya guru melaksanakan ilmunya, yakni perbuatannya tidak mendustakan perkataannya. (Said Hawwa, Mensucikan Jiwa Konsep Tazkiyatun-nafs terpadu)

Menurut Imam al-Ghazali, tugas guru dalam pendidikan Islam adalah : menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk bertaqarrub kepada Allah SWT. (Ramayulis : Ilmu Pendidikan Islam)

Sedangkan Abdurahman An Nahlawi mengatakan bahwa tugas guru dalam pendidikan Islam adalah :
1. Penyucian. Artinya seorang guru berfungsi sebagai pembersih diri, pengembang, serta pemelihara fitrah manusia.
2. Pengajaran. Artinya seorang guru berfungsi sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. (Abdurahman An Nahlawi : Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat)

Sementara tugas guru menurut Abdul Rachman Shaleh adalah : tugas sebagai pengajar, tugas sebagai pendidik dan pembimbing serta tugas sebagai administrator kelas. (Pendidikan Agama Dan Keagamaan)

Berangkat dari uraian di atas, maka tugas guru adalah mendidik, membimbing dan menghantarkan peserta didik agar beriman kepada Allah SWT. dan melaksanakan syariat-Nya. Mendidik peserta didik agar gemar beramal sholeh, beribadah kepada Allah SWT., mendidik peserta didik dan masyarakat secara umum agar saling nasehat-menasehati dalam melaksanakan kebajikan dan melarangnya untuk tidak melakukan hal-hal keji yang tidak membawa keberuntungan bagi dirinya serta saling nasehat-menasehati agar tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan hidup.

b. Peranan guru
Peranan seorang guru senantiasa menggambarkan pola tingkah lakunya dalam berbagai interaksi, baik dengan peserta didik, sesama guru, maupun dengan staf yang lain.

Di antara peran guru secara umum dalam pendidikan adalah :
1. Berperan sebagai pengajar. Artinya, bertugas memberikan pengajaran di sekolah (kelas) agar peserta didik memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah disampaikan.
2. Berperan sebagai pembimbing. Artinya, berkewajiban memberikan bantuan berupa bimbingan kepada peserta didik agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, memecahkannya sendiri, mengenal diri sendiri dan menyesuaikan dengan lingkungannya.
3. Berperan sebagai pemimpin. Artinya, memimpin peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
4. Berperan sebagai ilmuwan. Artinya, orang yang berpengetahuan dan berkewajiban menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya itu kepada peserta didiknya dan juga berkewajiban untuk mengembangkan dan memupuk pengetahuannya itu.
5. Berperan sebagai pribadi. Artinya, sebagai pribadi, guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh peserta didiknya, orang tua dan masyarakat.
6. Berperan sebagai penghubung. Artinya, sekolah berdiri disatu sisi bertugas menyampaikan ilmu, teknologi dan lain sebagainya, tapi di sisi lain menampung aspirasi, kebutuhan, minat, masalah dan tuntutan masyarakat. Dari kedua lapangan itu, guru berperan sebagai penghubung antara sekolah dengan masyarakat.
7. Berperan sebagai pembaharu. Artinya, guru berperan sebagai pembaharu dalam masyarakat atas masukan dan pengaruhnya dari luar.
8. Berperan sebagai pembangunan. Artinya, dengan profesi keguruannya ikut serta membangun masyarakat, dengan turut serta melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh masyarakat. (Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi)

Sedangkan Sardiman A.M mengklasifikasikan beberapa peran guru di antaranya adalah :
1. Sebagai informator. Guru sebagai pelaksana cara mengajar informative, laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2. Sebagai organisator. Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektifitas dan efisiensi dalam belajar pada diri peserta didik.
3. Sebagai motifator. Memotifasi dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar peserta didik. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement (penguatan) untuk mendinamisasikan potensi peserta didik, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar.
4. Sebagai pengarah/director. Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Sebagai inisiator. Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. Sudah barang tentu ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh peserta didik.
6. Sebagai transmitter. Dalam kegiatan belajar, guru juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
7. Sebagai fasilitator. Guru dalam hal ini akan memberikan kemudahan dalam proses belajar mengajar, misalnya guru menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan peserta didik, sehingga interaksi belajar mengajar akan berlangsung secara efektif.
8. Sebagai mediator. Dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar peserta didik. Misalnya menengahi atau memberikan jalan keluar dalam kegiatan diskusi peserta didik. Mediator juga dapat diartikan sebagai penyedia media. Bagaimana cara memakai dan mengorganisasikan penggunaan media.
9. Sebagai evaluator. Guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi peserta didik dalam bidang akademis maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana peserta didiknya berhasil atau tidak. (Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar)

Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa tugas dan peran guru dalam kegiatan pendidikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dan kemajuan serta kelancaran pendidikan tersebut. Guru yang profesional tidak hanya sekedar mengetahui tugas dan perannya, tetapi betul-betul melaksanakannya. Semakin aktif seorang guru dalam mengelola dan melaksanakan tugas dan perannya, maka akan semakin terlihat kemampuan guru tersebut dalam kegiatan pendidikan dan akan berpengaruh pula pada peningkatan mutu pendidikan tersebut serta akhirnya menghasilkan peserta didik yang berkualitas dan berprestasi tinggi dalam segala bidang ilmu pengetahuan.

Wallahu a’lam.

Kompetensi Guru dalam Pendidikan Islam

Kompetensi adalah kewenangan, kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Kompetensi guru merupakan kemampuan dan kewenangan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Kemampuan dan kewenangan tersebut adalah dalam rangka melaksanakan profesi keguruannya dalam kegiatan pendidikan, sehingga kegiatan pendidikan tersebut bisa berjalan dengan baik dan benar dan menghasilkan peserta didik yang bermutu dan berkualitas tinggi, yang dapat diperhitungkan dimasyarakat.

Kompetensi guru dalam pendidikan Islam berarti kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan dan mengelola kegiatan pendidikan Islam. Pendidikan Islam akan mencapai tujuan yang dicita-citakannya apabila upaya pengelolaan pendidikan Islam tersebut dilaksanakan oleh tenaga-tenaga guru yang berkompeten, karena sering kali terjadi suatu kegiatan pendidikan mengalami stagnant hanya karena gurunya tidak kompeten.

Ada beberapa jenis kompetensi yang selalu ada pada setiap pendidik di antaranya adalah :

a. Kompetensi pribadi
Kompetensi pribadi yaitu, kemampuan seorang guru dalam mengembangkan kepribadiannya. Kemampuan pribadi ini meliputi beberapa hal, di antaranya adalah :
1. Kemampuan bertaqwa kepada Allah SWT. Dengan jalan mengkaji ajaran agama dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kemampuan mengembangkan sifat-sifat terpuji yang dipersyaratkan bagi jabatan guru. Seperti mengkaji sifat-sifat terpuji yang harus dimiliki oleh guru, membiasakan diri menerapkan sifat-sifat sabar, demokrasi, menghargai pendapat orang lain, sopan santun dan tanggap terhadap pembaharuan.
3. Kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi.
4. Kemampuan berinteraksi dengan masyarakat untuk melaksanakan misi pendidikan.
5. Kemampuan mengadakan bimbingan dan penyuluhan.
6. Kemampuan melaksanakan administrasi sekolah.
7. Kemampuan melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.

b. Kompetensi kemasyarakatan
Kompetensi kemasyarakatan yaitu, kemampuan dan kewenangan seorang guru dalam mengembangkan dirinya dimasyarakat. Kemampuan ini meliputi beberapa hal di antaranya adalah :
1. Berinteraksi dengan sejawat atau sesama guru untuk meningkatkan kemampuan profesional. Seperti mengkaji hubungan kerja profesional, berlatih menerima dan memberikan balikan, membiasakan diri mengikuti perkembangan profesi.
2. Berinteraksi dengan masyarakat untuk penuaian misi pendidikan. Seperti mengkaji berbagai lembaga kemasyarakatan yang berkaitan dengan pendidikan, berlatih menyelenggarakan kegiatan kemasyarakatan yang menunjang usaha pendidikan dan lain-lain.
3. Kemampuan berperan dalam masyarakat. Seperti mengkaji hubungan manusia dengan lingkungan alamiah dan buatan, membiasakan diri menghargai dan memelihara mutu lingkungan hidup.

c. Kompetensi profesional
Kompetensi profesional yaitu, kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Kemampuan profesional ini meliputi beberapa hal :
1. Menguasai landasan pendidikan. Seperti mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan jalan mengkaji tujuan pendidikan, mengkaji kegiatan-kegiatan pengajaran yang menunjang pencapaian tujuan pendidikan.
2. Menguasai bahan pengajaran. Seperti menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah dengan jalan mengkaji kurikulum tersebut. Menguasai bahan pengayaan dengan jalan mengkaji bahan penunjang yang relevan dengan bahan/mata pelajaran dan mengkaji bahan penunjang yang relevan dengan profesi guru.
3. Menyusun program pengajaran. Seperti menetapkan tujuan pembelajaran, memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran, memilih dan mengembangkan strategi belajar mengajar, memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai, memilih dan memanfaatkan sumber belajar.
4. Melaksanakan program pengajaran. Seperti menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat, mengatur ruang belajar, mengelola interaksi belajar mengajar.
5. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Seperti menilai prestasi peserta didik untuk kepentingan pengajaran, menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. (Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional)

Kompetensi seorang guru dapat pula dibagi menjadi tiga bidang di anataranya adalah :
1. Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan tetang metodelogi pengajaran, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar peserta didik, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
2. Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama guru, serta memiliki kemauan keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
3. Kompetensi prilaku/performance, artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan/berprilaku, seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan peserta didik, serta keterampilan melaksanakan administrasi kelas.

Kompetensi guru yang tersebut di atas merupakan profil kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dan mutu pendidikan Islam akan lebih bagus dan menghasilkan peserta didik yang berkualitas apabila guru memahami kompetensi keguruannya.

Wallahu a’lam.

Kamis, 15 April 2010

Tinjauan Tentang Guru

Dalam leksikon Jawa, guru umumnya ditafsirkan sebagai akronim dari ungkapan ”bisa digugu lan ditiru”. Ini artinya bahwa sosok guru adalah orang yang dapat dipercaya atau dipegang teguh kebenaran ucapannya dan dapat diteladani tingkah lakunya. Di balik ungkapan itu, tersirat paham atau setidak-tidaknya asumsi bahwa apa yang dilakukan, dikatakan dan diajarkan guru adalah benar. Guru sangat dipercaya sehingga jarang orang mempersoalkan ajarannya.

Asumsi tempo dulu tentang guru mungkin ada benarnya, tetapi apabila dikaitkan dengan keberhasilan pendidikan zaman sekarang, di mana kemerosotan kualitas pendidikan di negeri ini semakin hari semakin terasa. Hal tersebut ditandai dengan fenomena lulusan kita yang kurang qualified. Di sisi lain, minimnya pendidikan agama yang diajarkan kepada peserta didik kita, sehingga hati dan jiwa mereka semakin kerdil, akhlak dan moral mereka semakin jauh dari pancaran cahaya Illahi. Akibatnya tawuran antar pelajar, antar mahasiswa masih terus mewarnai dunia pendidikan kita. Tingkat korupsi dan manipulasi serta kecurangan para pejabat masih tergolong tinggi. Tindak kriminalitas di masyarakat kita juga tergolong tinggi yang setiap saat dapat kita saksikan diseluruh stasiun televisi. Berdasarkan catatan Human Development Index (HDI) bahwa kualitas sumber daya manusia kita berada pada urutan 109 dari 179 negara di dunia.

Dari gambaran hasil pendidikan kita tersebut di atas, apakah dunia pendidikan kita sudah tidak layak lagi dalam mendidik peserta didik? Atau apakah guru-guru kita sekarang sudah tidak berkompeten lagi dalam mendidik peserta didik kita? Lalu, guru yang bagaimanakah yang mampu merubah wajah dunia pendidikan kita yang semakin terpuruk ini sehingga bangkit merubah pendidikan kita dengan perestasinya yang unggul dan menghasilkan peserta didik yang berkualitas tinggi?

Untuk merubah dan memperbaiki serta meningkatkan kualitas pendidikan kita ini, maka diperlukan tenaga-tenaga guru yang berkompeten serta profesional dalam bidang pendidikan. Karena hanya dengan guru yang kompeten dan profesionallah yang mampu merubah wajah dunia pendidikan kita dan mampu menghantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang dicita-citakan.

Guru dalam pandangan Islam merupakan pengganti kedudukan Rasulullah Saw, dalam menyampaikan petunjuk dan kebenaran kepada umat manusia serta mengajarkan kepada mereka apa-apa yang bermanfaat bagi kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Allah SWT. dan Rasulullah Saw, sangat menaruh perhatian terhadap keberadaan para guru yang senantiasa mempelajari dan mengajarkan ilmu pengetahuan serta ditinggikan derajat mereka oleh-Nya. Allah SWT berfirman :

Artinya :
“Allah meningkatkan derajat orang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat” Qs. Al-Mujadilah : 11).

Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa Abdullah bin Amru bin ‘Ash mengatakan, pada suatu hari Rasulullah Saw keluar kamar menuju masjid. Di Masjid beliau mendapati dua kelompok sahabat. Kelompok pertama adalah golongan yang sedang mambaca Al-Qur’an dan berdo’a kepada Allah SWT. Sedangkan kelompok kedua adalah mereka yang sedang sibuk mempelajari dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Rasulullah Saw kemudia bersabda : “Masing-masing kelompok sama-sama dalam kebaikan. Terhadap kelompok yang sedang mambaca Al-Qur’an dan berdo’a kepada Allah, maka Allah akan mengabulkan do’a mereka jika Ia kehendaki. Begitupun sebaliknya, do’a mereka tidak akan diterima jika Ia tidak berkenan mengabulkan. Adapun terhadap golongan yang sedang belajar-mengajar, maka ketahuilah sesungguhnya aku pun diutus untuk menjadi seorang pengajar (guru). Kemudian Rasulullah bergabung bersama mereka” (HR. Ibnu Majah)

Demikian Islam menunjukkan pribadi Rasulullah Saw sebagai seorang guru yang menjadi sumber pengetahuan, kiblatnya keteladanan dan pembimbing yang bijak. Sifat siddiq, amanah, tabliqh dan fathonah beliau menjadi bukti kelengkapan menjadi seorang guru. Sifat-sifat beliau tersebut, bukan hanya sekedar dipelajari dan diketahui saja oleh guru, tapi harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada saat seorang guru sedang melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.

Pengertian Guru
Dalam konteks pendidikan Islam, guru disebut dengan murabbi yang berasal dari kata rabba-yurabbi, muallim berasal dari kata allama-yuallimu, dan muaddid yang berasal dari kata addaba-yuaddibu.

Istilah murabbi sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Istilah muallim pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan dari seseorang yang tahu kepada orang yang tidak tahu. Ada pun muaddid menurut Naquib Al-Latas, lebih luas dari istilah muallim, dan lebih relevan dengan konsep pendidikan. Namun demikian istilah muallim lebih sering dijumpai dalam berbagai literatur pendidikan Islam, di banding dengan yang lainnya.

Menurut Al-Aziz bahwa guru adalah orang yang bertanggung jawab dalam menginternalisasikan nilai-nilai religius dan berupaya menciptakan individu yang memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang sempurna.

Dari penjelasan di atas, maka guru adalah individu yang melaksanakan kegiatan pendidikan sehingga tercapai tujuan pendidikan tersebut. Individu yang dimaksud adalah orang yang bertanggung jawab, orang yang sehat jasmani dan rohaninya dan individu yang mampu berdiri sendiri serta mampu menanggung resiko dari segala kegiatan pendidikan. Menjadi guru merupakan tugas yang sangat mulia. Tentu saja bila dikerjakan dengan niat yang ikhlas karena mengharapkan keridhaan Allah SWT. semata serta mendidik peserta didiknya dengan pendidikan Islam yang baik dan benar.

Wallahu A’lam

Sasaran Pendidikan Islam

Sejalan dengan misi agama Islam yang bertujuan memberikan rahmat terhadap sekalian makhluk, maka pendidikan mengidentifikasikan sasarannya yang digali dari sumber ajaran Al-Qur’an, yang meliputi empat pengembangan fungsi manusia yaitu :

a.Menyadarkan manusia secara individual pada posisi dan fungsinya di tengah makhluk lain serta tentang tanggungjawab dalam kehidupannya. Dengan jalan ini, diharapkan manusia akan mampu berperan sebagai makhluk Allah yang paling utama di antara makhluk-makhluk yang lain, sehingga mampu berfungsi sebagai khalifah di muka bumi ini. Dalam hal ini, Allah SWT. berfirman :

Artinya :
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam dan kami angkat mereka itu melalui daratan dan lautan serta kami berikan kepada mereka rizki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (Qs. Al-Isra : 70).

b.Menyadarkan akan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat serta tanggung jawab terhadap ketertiban terhadap masyarakat itu. Oleh karena itu, manusia harus mengadakan interaksi dengan sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat, karena manusia adalah homo sosius (makhluk sosial). Itu sebabnya Islam mengajarkan kepada umatnya tentang persamaan, persaudaraan, kegotong royongan dan musyawarah yang dapat membentuk masyarakat itu menjadi suatu persekutuan hidup yang utuh. Perinsip hidup bermasyarakat yang demikian dikehendaki oleh Allah SWT. Allah SWT. berfirman :

Artinya :
“Sesungguhnya semua orang mukmin itu adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat” (Qs. Al-Hujurat : 10).

c.Menyadarkan manusia tentang penciptaan alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, manusia sebagai homo divinans (makhluk yang berketuhanan), sikap dan watak religiusnya perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu menjiwai dan mewarnai kehidupannya. Pada hakekatnya pada diri manusia telah diberikan kemampuan untuk beragama dan kemampuan tersebut berada dalam fitrahnya secara alami.

d.Menyadarkan manusia akan kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah Tuhan pencipta makhluk lain serta memberikan kemungkinan untuk mengambil manfaatnya. Dengan kesadaran demikian, maka manusia sebagai khalifah di muka bumi akan mendorong untuk melakukan pengelolaan, mengeksploitasikan serta mendayagunakan ciptaan Allah untuk kesejahteraan hidupnya.

Kurikulum Pendidikan Islam

Salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.

Tetapi sungguh ironis di negara kita ini, karena seringnya mengalami perubahan maka kurikulum dituding oleh sekelompok orang sebagai penyebab kemerosotan pendidikan di negeri ini. Upaya perubahan tersebut dimulai dari kurikulum 1974 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994, lalu diganti lagi dengan kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang disebut-sebut sebagai kurikulum 2005.

Pada saat para guru sedang menggali, mempelajari serta memahami KBK lebih dalam, namun lagi-lagi KBK dibatalkan oleh pemerintah dalam hal ini Depertemen Pendidikan Nasional, dan penggantinya adalah kurikulum 2006 yang diberlakukan pada tahun pelajaran 2006/2007. Pada prinsipnya perubahan kurikulum yang mengarah kepada perbaikan dan penyempurnaan sangat diperlukan. Tetapi kalau terlalu sering dirubah maka sangat memberi dampak yang tidak baik terhadap semua pihak, baik pengelola pendidikan, guru, orang tua dan lebih-lebih peserta didik karena mereka terus menjadi kelinci percobaan dalam uji coba kurikulum, pada akhirnya hasilnya pun tidak terlalu menggembirakan.

a. Pengertian kurikulum
Kurikulum dalam bahasa Arab disebut “Manhaj” yang bermakna jalan terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan, manhaj dimaksudkan sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.

Ramayulis mengatakan bahwa manhaj dalam kamus al-Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.

Sementara Zakiah Daradjat memandang kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.

Dr. Addamardasyi Sarhan dan Dr. Munir Kamil yang disitir oleh Al-Syaibani memandang kurikulum adalah sejumlah pengalaman-pengalaman pendidikan, budaya, sosial, olah raga dan seni, yang disediakan oleh sekolah bagi peserta didiknya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum bukan hanya berupa sekumpulan daftar mata pelajaran yang harus diajarkan kepada peserta didik, akan tetapi lebih dari itu yakni suatu program pendidikan yang berisi tentang mata pelajaran, metode pengajaran, media/alat pendidikan dan seluruh program di dalam kegiatan pendidikan yang harus dilakukan bersama oleh guru dan peserta didik, yang mengandung makna paedagogis, baik di dalam institusi formal maupun non formal, agar tercapai tujuan-tujuan pendidikan.

Apabila guru memandang kurikulum hanya sekedar sekumpulan daftar mata pelajaran belaka, maka yang terjadi adalah pencapaian target penyelesaian dengan domain kognitif semata dan bukan proses pembelajaran demi penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta didik. Orientasi pembelajarannya pun akan didominasi oleh guru. Tentunya cara pandang kurikulum yang demikian itu akan cocok jika tujuan akhirnya adalah untuk memperoleh nilai baik dalam ujian nasional agar lulus.

Di dalam kurikulum pendidikan Islam harus tercermin idealitas sumber-sumber pendidikan Islam yakni Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak memilah-milah jenis-jenis disiplin ilmu secara taksonomis-dichotomik, menjadi ilmu-ilmu agama yang terpisah dari ilmu-ilmu pengetahuan umum. Padahal dengan mempelajari kesemua ilmu pengetahuan itu, seseorang akan lebih mengenal dan lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta ilmu itu sendiri yakni Allah SWT.

Sistem pendidikan Islam menuntut pengkajian kurikulum yang Islami pula, yang tercermin dari sifat dan karakteristiknya. Hal ini tentunya bertopang dan mengacu pada dasar pemikiran dan pandangan hidup yang Islami serta diarahkan kepada tujuan pendidikan yang dilandasi kaidah-kaidah Islami.

b. Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam
Ada beberapa ciri khas kurikulum Islami di antaranya :
1.Sistem dan perkembangan kurikulum tersebut hendaknya selaras dengan fitrah insani sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya, menjaganya dari penyimpangan dan menyelamatkannya.
2.Kurikulum dimaksud hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat dan beribadah kepada Allah.
3.Pentahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodisasi perkembangan peserta didik maupun unisitas (ke-khas-an)nya.
4.Dalam berbagai pelaksanaan dan aktivitas, hendaknya kurikulum memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan masyarakat, di samping tetap bertopang pada jiwa dan citra ideal Islaminya.
5.Secara keseluruhan struktur dan organisasi kurikulum tersebut hendaknya tidak bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan, bahkan sebaliknya terarah kepada pola hidup Islami.
6.Hendaknya kurikulum itu realistik, dalam arti bahwa ia dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi serta batas kemungkinan yang terdapat di negara yang akan melaksanakannya.
7.Hendaknya metode pendidikan/pengajaran dalam kurikulum itu bersifat luwes, sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan situasi setempat, dengan mengingat pula faktor perbedaan individual yang menyangkut bakat, minat serta kemampuan siswa untuk menangkap, mencerna dan mengelola bahan pelajaran yang bersangkutan.
8.Hendaknya kurikulum itu efektif, dalam arti menyampaikan dan menggugah perangkat nilai edukatif yang membuahkan tingkah laku yang positif serta meninggalkan dampak afektif (sikap) yang positif pula dalam jiwa generasi muda.
9.Kurikulum itu hendaknya memperhatikan pula tingkat perkembangan siswa yang bersangkutan, misalnya bagi suatu fase perkembangan tertentu diselaraskan dengan pola kehidupan dan tahap perkembangan perasaan keagamaan dan pertumbuhan bahasa bagi fase tersebut.
10.Hendaknya kurikulum memperhatikan aspek-aspek tingkah laku amaliah Islami, seperti pendidikan untuk berjihad dan penyebaran dakwah Islamiyah, serta pembangunan masyarakat muslim di lingkungan sekolah. (Abdurahman An-Nahlawi)

c. Prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam selain mempunyai ciri-ciri, ada juga prinsip-prinsip yang harus menjadi acuan kurikulum pendidikan Islam yakni :
1.Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus berdasarkan pada agama dan akhlak Islam.
2.Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
3.Prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
4.Prinsip yang berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan-kemampuan, dan kebutuhan pelajar dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
5.Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual di antara peserta didik, baik perbedaan bakat, minat, kemampuan-kemampuan, kebutuhan-kebutuhan dan sebagainya.
6.Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai absolut.
7.Prinsip pertautan (integritas) antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktiviti yang terkandung dalam kurikulum. Begitu pula dengan pertautan antara kandungan kurikulum dengan kebutuhan peserta didik, kebutuhan-kebutuhan masyarakat, tuntutan zaman tempat di mana peserta didik itu berada. (Omar Mohammad at-Toumy al-Syaibani)

Sementara Zakiah Daradjat, dkk, menawarkan prinsip-prinsip kurikulum di antaranya :
1.Prinsip Relevansi : yakni kesesuaian atau keserasian pendidikan dengan tuntutan kehidupan. Hal ini dapat ditinjau dari tiga segi yakni : Pertama, relevansi pendidikan dalam lingkungan hidup peserta didik. Dalam menetapkan bahan pendidikan yang akan diajarkan, hendaknya dipertimbangkan sejauh mana bahan tersebut sesuai dengan kehidupan nyata yang ada disekitar kita. Kedua, Relevansi dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang. Memperhatikan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Ketiga, Relevansi dengan tuntutan dalam dunia pekerjaan. Relevansi dari segi kegiatan belajar, sehingga tidak sukar bagi lulusan dalam menghadapi tuntutan dari dunia pekerjaan.
2.Prinsip Efektivitas : yakni efektivitas dalam suatu kegiatan berkenaan dengan sejauh mana sesuatu yang direncanakan atau diinginkan dapat terlaksana atau tercapai. Hal ini dapat kita tinjau dari dua segi yakni : Pertama, efektivitas mengajar guru, terutama menyangkut sejauh mana jenis-jenis kegiatan belajar mengajar yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Kedua, efektivitas belajar murid, terutama menyangkut sejauh mana tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah dapat dicapai melalui kegiatan belajar-mengajar yang ditempuh.
3.Prinsip Efisiensi : yakni perbandingan antara hasil yang dicapai (out put) dan usaha yang telah dikeluarkan (input).
4.Prinsip Kesinambungan : yakni saling berhubungan atau jalin-menjalin antara berbagai tingkat dan jenis program pendidikan.
5.Prinsip Fleksibel : yakni tidak kaku. Artinya, ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan di dalam bertindak. Fleksibel di sini meliputi dua hal, yakni : Pertama, fleksibel dalam memilih program. Seperti, pengadaan program pilihan yang dapat berbentuk jurusan, program spesialisasi, ataupun program-program pendidikan keterampilan yang dapat dipilih peserta didik atas dasar kemampuan dan minatnya. Kedua, fleksibel dalam pengembangan program pengajaran. Yakni berupa memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk mengembangkan sendiri program-program pengajaran dengan berpegang pada tujuan dan bahan pengajaran di dalam kurikulum yang masih bersifat umum.

Kurikulum pendidikan Islam memuat materi pelajaran pendidikan agama Islam di antaranya adalah Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab.

Media/Alat Belajar Pendidikan Islam

Agar tujuan pendidikan bisa tercapai, maka perlu diperhatikan segala sesuatu yang mendukung keberhasilan program pendidikan itu. Salah satu di antara faktor penunjang keberhasilan tujuan pendidikan adalah media/alat pendidikan atau pengajaran. Sebab media/alat merupakan sarana yang membantu proses pembelajaran terutama yang berkaitan dengan indra pendengaran dan penglihatan.

Menurut pendapat para ahli pendidikan bahwa antara media dan alat pendidikan mempunyai persamaan pengertian yang secara harfiah berarti perantara (ﻭﺴﺎ ﺌﻞ), atau pengantar dari pengirim kepada penerima pesan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia media adalah alat, sarana, benda yang digunakan dalam proses pengajaran atau pembelajaran. Alat berarti benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu.

Para ahli pendidikan mendefinisikan tentang media pendidikan, adalah :
Vernon S. Gerlach dan Donald P. Ely menyatakan bahwa media adalah sumber belajar, dan dapat juga diartikan dengan manusia, benda atau peristiwa yang membuat kondisi peserta didik mungkin memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. (Zakiah Daradjat, dkk)

Briggs mendefinisikan bahwa media adalah segala bentuk alat fisik yang dapat menyajikan pesan yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar. (Ramayulis)

Rustiyah NK, dkk berpendapat bahwa media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan peserta didik dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.

Dari beberapa definisi media/alat pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa media/alat pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk membantu proses pembelajaran hingga mencapai tujuan pendidikan. Dengan menggunakan media/alat pendidikan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemajuan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar mengajar.

Guru yang efektif dalam menggunakan media/alat pendidikan dapat meningkatkan minat peserta didik dalam proses belajar mengajar dan peserta didik akan lebih cepat dan mudah memahami serta mengerti terhadap materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Salah satu fungsi utama media pendidikan adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.

Kemp & Dayton mengemukakan bahwa ada tiga fungsi utama media pendidikan yang digunakan, baik untuk perorangan maupun untuk sejumlah besar orang yaitu : Pertama, memotivasi minat atau tindakan peserta didik dengan teknik drama atau hiburan, dengan harapan melahirkan minat dan merangsang peserta didik untuk bertindak, yang pada akhirnya mempengaruhi sikap, nilai dan emosi. Kedua, menyajikan informasi kepada peserta didik. Isi dan bentuk bersifat umum, berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan, pengetahuan latar belakang, atau dapat pula berbentuk hiburan, drama, atau teknik motivasi. Ketiga, memberikan instruksi kepada peserta didik. (Azhar Arsyad, Media Pembelajaran)

Para ahli mengklasifikasikan media/alat pendidikan di antaranya adalah :
Menurut Zakiah Daradjat, media/alat pendidikan yang dapat digunakan di sekolah adalah, Pertama, media tulis, seperti al-Qur’an, Hadits, Tauhid, Fiqih, Sejarah. Kedua, benda-benda alam, seperti hewan, manusia, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Ketiga, gambar-gambar yang dirancang, seperti grafik. Keempat, gambar yang diproyeksikan, seperti video, transparan. Kelima, Audio recording (Alat untuk didengar), seperti kaset, tape radio.

Senada dengan Zakiah Daradjat, Omar Hamalik juga menyebutkan bahwa media/alat pendidikan yang dapat digunakan dalam proses pengajaran adalah : Pertama, bahan-bahan cetakan atau bacaan, dimana bahan-bahan ini lebih mengutamakan kegiatan membaca atau penggunaan simbol-simbol kata dan visual. Kedua, alat-alat audio visual, yakni alat-alat yang dapat digolongkan pada : alat tanpa proyeksi seperti papan tulis dan diagram, media pendidikan tiga dimensi seperti benda asli dan peta, alat pendidikan yang menggunakan teknik, seperti radio, tape recorder dan transparansi. Ketiga, sumber-sumber masyarakat, seperti obyek-obyek peninggalan sejarah. Keempat, kumpulan benda-benda (material collection), seperti dedaunan, benih, batu dan sebagainya.

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai mengklasifikasikan media pengajaran yang dapat digunakan dalam proses pengajaran adalah : Pertama, media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain-lain. Kedua, media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama dan lain-lain. Ketiga, media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP dan lain-lain. Keempat, penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.

Arif S. Sadiman menyatakan bahwa yang termasuk media/alat pendidikan adalah media grafis, dengan cara menuangkan pesan pengajaran ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Yang termasuk ke dalam media grafis adalah gambar, foto, sketsa, bagan, chart, diagram, papan, poster dan kartun.

Tampaknya pengklasifikasian media/alat pendidikan oleh ahli pendidikan di atas cukup luas. Sebab, tidak hanya menyangkut benda yang digunakan oleh pendidikan dalam menyampaikan pesan, tapi manusia sebagai sumber belajar, sekaligus sebagai media/alat pendidikan.

Media/alat pendidikan dalam bentuk materil perlu digunakan dalam proses pendidikan dan pengajaran secara bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Sebelum penggunaan media/alat pendidikan tersebut, perlu diseleksi terlebih dahulu untuk menentukan mana media/alat yang sesuai atau cocok dengan tujuan pendidikan Islam. Media/alat pendidikan tersebut harus mengandung nilai-nilai operasional, sehingga mampu menghantarkan pendidikan kepada tujuannya.

Di samping media/alat pendidikan di atas yang bersifat materil, ada pula media/alat pendidikan yang bukan materil, seperti : keteladanan (uswah al-hasanah), perintah dan larangan, ganjaran dan hukuman.

Ada beberapa pengaruh media/alat pendidikan dalam peroses pengajaran adalah : Media pendidikan dapat mempertinggi proses belajar peserta didik.
Alasan pertama adalah :
a.Dengan media/alat pendidikan, pengajaran akan lebih menarik perhatian peserta
didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
b.Pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh peserta
didik.
c.Peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan belajar karena tidak hanya
mendengarkan guru tetapi juga melakukan aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.

Alasan Kedua adalah : berkenaan dengan taraf berpikir manusia, yakni taraf berpikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir kongkrit menuju berpikir abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju berpikir kompleks. Penggunaan media pengajaran erat kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut, sebab melalui media pengajaran hal-hal yang abstrak dapat dikongkritkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan. (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai)

Sementara Yusuf Hadi Miarso, dkk, menyatakan bahwa media/alat mempunyai nilai-nilai praktis di antaranya adalah membuat kongkrit konsep yang abstrak, membawa obyek yang sukar didapat kedalam lingkungan belajar peserta didik, menampilkan obyek yang terlalu besar, menampilkan obyek yang tidak dapat diamati oleh mata telanjang, mengamati gerakan yang terlalu cepat, memungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar peserta didik, membangkitkan motifasi belajar, dan menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan beberapa manfaat praktis dari penggunaan media pengajaran sebagai berikut :
a.Media pendidikan dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat
memperlancar dan meningkatkan proses serta hasil belajar.
b.Media pendidikan dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian peserta didik
sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara
peserta didik dan lingkungannya, serta kemungkinan peserta didik untuk belajar
sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
c.Media pendidikan dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu :
1.Obyek yang terlalu besar untuk ditampilkan langsung di ruang kelas dapat diganti
dengan gambar, foto, slide, realita, film, radio/model.
2.Obyek yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat disajikan dengan
bantuan mikroskop, film, slide/gambar.
3.Kejadian langka yang terjadi dimasa lalu/terjadi sekali dalam puluhan tahun
dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, slide disamping secara verbal.
4.Obyek yang rumit seperti peredaran darah dapat ditampilkan secara konkret
melalui film, gambar, slide/simulasi gambar.
d.Media pendidikan dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada peserta didik tentang
peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi
langsung dengan guru, masyarakat dan lingkungan, misalnya melalui karya wisata,
kunjungan-kunjungan ke museum, kebun binatang dan sebagainya.

Apabila pendidikan Islam memanfaatkan dan mengembangkan media/alat pendidikan tersebut di dalam kegiatan pembelajarannya, maka peserta didik akan memiliki pemahaman yang bagus tentang materi pelajaran yang disampaikan, serta akan memiliki moral dan akhlak yang tinggi. Dan dengan mempergunakan media/alat pendidikan tersebut, besar kemungkinan akan mencapai tujuan pendidikan yang di cita-citakan.

Wallahu a’lam.

Strategi Belajar Mengajar

Istilah strategi (strategy) berasal dari kata benda dan kata kerja dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos merupakan gabungan kata “stratos” (militer) dan “ago” (pemimpin). Sebagai kata kerja, strategos berarti merencanakan (to plan). (D. Sudjana S, 2000, h. 5)

Dalam konteks pengajaran, strategi diartikan sebagai salah satu daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses pengajaran, agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai dan berhasil guna. Strategi belajar mengajar dapat pula diartikan sebagai pola umum perbuatan guru dan peserta didik dalam mencapai tujuan, baik yang sifatnya instruksional maupun pengiring. Jenis dan urutan perbuatan itu tampak digunakan dan diragakan oleh guru dan peserta didik dalam bermacam-macam peristiwa dalam proses pembelajaran.

Strategi belajar mengajar juga bisa dikatakan sebagai salah satu politik atau taktik yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Politik atau taktik tersebut harus mencerminkan langkah-langkah yang sistemik, artinya bahwa setiap komponen pembelajaran harus saling berkaitan satu sama lain, dan sistematik yang mengandung pengertian bahwa langkah-langkah yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran itu tersusun dengan rapi dan logis sehingga tujuan yang ditetapkan tercapai. Tujuan strategi pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik.

Dalam menerapkan strategi pengajaran dan pembelajaran hendaknya seorang guru melihat iklim dimana sekolah itu berada dan keadaan peserta didik sehingga strategi yang dipakai betul-betul mengena serta pelajaran yang disampaikan dengan mudah diserap oleh peserta didik.

Berbicara tentang strategi belajar mengajar maka ada beberapa hal yang dilakukan dalam hal ini yaitu :

A.Penentuan strategi belajar mengajar
Dalam penentuan strategi belajar mengajar, harus mempertimbangkan beberapa hal di antaranya :
1.Tujuan pengajaran yang hendak dicapai
2.Hakikat, ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran yang akan disampaikan.
3.Kesiapan belajar peserta didik, yaitu kemampuan peserta didik mengikuti kegiatan belajar mengajar.
4.Situasi dan kondisi belajar di sekolah, seperti ruang kelas, jumlah peserta didik, fasilitas dan sumber pelajaran serta waktu yang tersedia.
5.Teori pendidikan yang melandasi perbuatan mendidik yang berhubungan langsung dengan nilai instruksional dan nilai instrinsik yang ingin dicapai.

Sering terjadi strategi yang dipilih sangat sesuai dengan kelima kriteria di atas, tetapi karena guru tidak mampu mengelolanya, maka hasil yang dicapai tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu, apabila terjadi strategi yang memenuhi kelima kriteria di atas, maka dipilih strategi yang paling dikuasainya.

B.Pengelolaan kegiatan belajar mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, ada dua kegiatan guru yang sangat erat kaitannya yaitu pengajaran dan pengelolaan kelas. Pengajaran mencakup segala jenis kegiatan yang dengan sengaja dilakukan, yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan khusus pengajaran. Sedangkan kegiatan pengelolaan kelas adalah berbagai jenis kegiatan yang sengaja dilakukan guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi bagi terjadinya kegiatan belajar mengajar yang efektif. (Abdul Rachman Shaleh)

C.Pengembangan motode pembelajaran.
Metode dapat diartikan sebagai jalan atau cara untuk mencapai suatu maksud. Apapun program kegiatannya dan sebagus apapun wujud program yang disusun, tapi dalam pelaksanaannya tidak menempuh jalan atau cara yang tepat maka tidak akan mendapatkan hasil yang signifikan.

Demikian halnya dengan kegiatan belajar mengajar. Sebagus apapun program pembelajarannya dan setinggi apapun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, tapi dalam pelaksanaannya tidak menggunakan metode yang tepat, maka tidak akan tercapai tujuan pembelajaran yang rumuskan.

Para ahli pendidikan mendefinisikan metode pendidikan dan pembelajaran, di antaranya adalah :

Hasan Langgulung mendefinisikan bahwa metode pendidikan adalah jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. (Ramayulis)

Muhammad Athiyah Al-Abrasyi mendefinisikan metode mengajar adalah jalan yang kita ikuti untuk memberi faham kepada peserta didik segala macam pelajaran, dalam segala mata pelajaran. (Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibany)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah cara, jalan atau teknik yang harus dilalui oleh seorang guru dalam menyampaikan materi pengajaran kepada peserta didik, baik secara individu maupun secara kelompok, agar tercapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan.

Syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam menggunakan metode pembelajaran adalah sebagai berikut :
1.Metode yang digunakan harus dapat membangkitkan motif, minat atau gairah belajar peserta didik.
2.Metode yang digunakan dapat merangsang keinginan peserta didik untuk belajar lebih lanjut, seperti melakukan inovasi dan ekspotasi.
3.Metode yang digunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mewujudkan hasil karya.
4.Metode yang digunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian peserta didik.
5.Metode yang digunakan harus dapat mendidik peserta didik dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.
6.Metode yang digunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. (Ahmad Sabri)

Agar tercapainya tujuan pembelajaran yang dirumuskan, maka seorang guru harus mengetahui berbagai macam metode. Di antara metode pengajaran agama Islam adalah yang dijelaskan oleh Abduraman An Nahlawi adalah :
1.Metode Hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi. Yakni bil Hikmah, mauidzah hasanah dan mujadalah billati hiya ahsan.
2.Mendidik dengan kisah Qur’ani dan Nabawi. Yakni menyampaikan materi pelajaran dengan menceritakan kronologis suatu peristiwa masa lalu, agar kisah tersebut menjadi pelajaran bagi peserta didik.
3.Mendidik dengan amtsal Qur’ani dan Nabawi.
4.Mendidik dengan memberi teladan (uswah atau qudwah). Guru memberikan teladan yang baik agar ditiru dan dilaksanakan oleh peserta didik.
5.Mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman. Membiasakan peserta didik untuk berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.
6.Mendidik dengan mengambil ‘ibrah (pelajaran) dan mauizah (peringatan). Ibrah yakni suatu kondisi fisik yang menyampaikan manusia mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, ditimbang, diukur dan diputuskan oleh manusia secara nalar, sehingga dapat mempengaruhi hatinya untuk tunduk kepada Allah dan mendorongnya untuk berpikir dan berprilaku yang sesuai. Mauizah yakni memberikan nasihat dan peringatan akan kebaikan dan kebenaran dengan cara menyentuh kalbu dan menggugah hatinya untuk mengamalkannya.
7.Mendidik dengan membuat senang (targhib) dan membuat takut (tarhib). Targhib yakni janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap suatu kebaikan, kenikmatan atau kesenangan akhirat yang pasti dan baik serta bersih dari segala kotoran, yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal sholeh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya. Tarhib yakni ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa dan kesalahan yang dilarang oleh Allah SWT. (Abdurahman An-Nahlawi)

Sementara Omar Mohammad at Toumy al Syaibani menjelaskan metode pendidikan agama Islam :
1.Metode pengambilan kesimpulan-kesimpulan atau induktif. Yakni membimbing pelajar untuk mengetahui fakta-fakta dan hukum-hukum umum melalui jalan pengambilan kesimpulan.
2.Metode perbandingan (Qiyasiyah). Yakni menjelaskan materi pelajaran dari yang umum kepada yang khusus, dari secara keseluruhan kepada bagian-bagian kecil.
3.Metode kuliah dengan menyiapkan pelajaran dan kuliah, mencatat materi yang penting, mengutarakan secara sepintas tentang yang penting tersebut, kemudian menjelaskan dengan terperinci.
4.Metode dialog dan perbincangan. Yakni dialog atau perbincangan melalui tanya jawab untuk sampai kepada fakta yang tidak dapat diragukan, dikeritik dan dibantah lagi.
5.Metode lingkaran. Yakni sekelompok peserta didik duduk melingkar dalam setengah bulatan dan mendengarkan penjelasan guru. (halaqah)

Sedangkan metode pendidikan menurut Abdul Rachman Shaleh di antaranya adalah :
1.Metode pemberian tugas, baik secara individu maupun kelompok, berupa pekerjaan rumah dan lain-lain.
2.Metode demonstrasi dan eksperimen. Yakni mengajar dengan mempertunjukkan sesuatu, seperti suatu rangkaian percobaan, suatu model atau suatu keterampilan tertentu, kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih melakukan suatu proses percobaan secara mandiri.
3.Metode proyek. Yakni mengajar dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan unit-unit kehidupan sehari-hari sebagai bahan pelajaran, agar peserta didik tertarik untuk belajar.
4.Metode diskusi. Yakni penguasaan bahan pelajaran melalui wahana tukar pendapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh, guna memecahkan suatu masalah.
5.Metode karyawisata. Yakni membawa peserta didik langsung ke obyek yanga akan dipelajari yang terdapat diluar kelas.
6.Metode tanya jawab. Yakni penyajian bahan pelajaran melalui berbagai bentuk pertanyaan yang dijawab peserta didik.
7.Metode sosiodrama dan bermain peran. Yakni memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memainkan peran tertentu dan pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta didik.
8.Metode bercerita. Yakni mengajar dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menuturkan atau menceritakan suatu peristiwa secara lisan kepada peserta didik yang lain.
9.Metode latihan. Yakni memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih melakukan suatu keterampilan tertentu berdasarkan penjelasan atau petunjuk guru.
10.Metode ceramah. Yakni penyajian materi pelajaran melalui penuturan dan penerangan lisan oleh guru kepada peserta didik. (Abdul Rachman Shaleh)

Dengan memiliki pengetahuan mengenai berbagai macam metode, maka seorang guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi. Penggunaan metode pengajaran sangat bergantung kepada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Semakin baik dan tepat penggunaan metode pengajaran dalam kegiatan pembelajaran, maka akan semakin baik dan tinggi mutu pembelajaran yang dihasilkan.

Dengan penataan terhadap strategi pembelajaran yang baik dan teratur, maka tercapailah efisiensi dan efektivitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan sehingga memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap peserta didik.

Wallahu a’lam.

Pengertian Belajar

Belajar secara sederhana diartikan sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan yang terjadi itu harus secara relatif bersifat menetap (permanen) dan tidak hanya terjadi pada prilaku yang saat ini nampak, tetapi juga pada perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang.

Perubahan yang dimaksud bersifat intensional, positif-aktif dan efektif fungsional. Perubahan intensional adalah perubahan yang terjadi karena pengalaman atau praktek yang dilakukan, proses belajar dengan sengaja dan disadari, bukan terjadi secara kebetulan. Perubahan yang bersifat positif-aktif adalah positif berarti perubahan yang bermanfaat sesuai dengan harapan peserta didik, disamping menghasilkan sesuatu yang baru dan lebih baik dibandingkan sebelumnya. Aktif berarti perubahan yang terjadi karena usaha yang dilakukan peserta didik, dan bukan terjadi dengan sendirinya. Sedangkan perubahan yang bersifat efektif fungsional adalah efektif berarti perubahan yang memberikan pengaruh dan manfaat bagi peserta didik. Fungsional berarti perubahan yang relatif tetap dan dapat diproduksi atau dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan. (Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar & Micro Teaching)

Berbagai definisi tentang belajar telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan sebagai berikut :
a. M. Arifin, M.Ed, mengatakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar, yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu. (Ramayulis : Ilmu Pendidikan Islam)
b. Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975) mengemukakan bahwa “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya). (M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan)
c. Morgan, dalam buku Introduction to Psychologi (1978) mengemukakan bahwa “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. (Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan)
d. James O. Wittaker, mendefinisikan bahwa belajar adalah proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan pada tingkah laku seseorang, melalui latihan dan pengalaman, menyangkut aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, yang mengarah kepada perubahan tingkah laku yang baik atau yang buruk.

Belajar merupakan aset dan salah satu kebutuhan vital bagi manusia dalam usaha mengembangkan diri serta mempertahankan eksistensinya. Tanpa belajar, manusia akan mengalami kesulitan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun dalam memenuhi tuntutan hidup dan kehidupan yang selalu berubah. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya dapat berkembang. Semua prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar.

Belajar merupakan suatu peroses, bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya sekedar mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu yakni mengalami. Hasil belajar berupa nilai bukan satu-satunya target yang ingin dicapai, melainkan perubahan sikap, tingkah laku, cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan berupa strategi yang jitu sehingga mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Keharusan belajar sepanjang hayat sudah disepakati oleh para pakar. Bahkan jauh sebelum itu, diakui bahwa Islam adalah agama pertama yang merekomendasikan kewajiban menuntut ilmu dan keharusan belajar seumur hidup, baik laki-laki maupun perempuan, kapan dan dimanapun kita berada. Hal tersebut sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
أطلب العلم من المهد الى اللحد
Artinya :
“Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahad” (al-Hadits).
طلب العلم فريضة على كل مسلم
Artinya :
”Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (laki-laki dan perempuan)” (HR. Ibnu Abdil Baar).

Di antara aktivitas belajar adalah : mendengarkan, memandang, meraba, mencium, mencicipi, menulis atau mencatat, menyusun paper, mengingat, berpikir, latihan atau praktek dan lain sebagainya.

Wallahu a’lam.

Guruku

Untuk merealisasikan tujuan pendidikan Islam yang telah dijelaskan sebelumnya, maka diperlukan kehadiran guru yang mempunyai tanggung jawab menghantarkan peserta didik kearah tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Guru sebagai salah satu komponen manusia dalam proses belajar mengajar, ikut berperan dalam pembentukan sumber daya manusia yang potensial dalam berbagai bidang kehidupan.

Guru sangat berperan terhadap keberhasilan pembelajaran peserta didik, dan sangat berperan pula dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ia merupakan faktor yang paling menentukan keberhasilan proses belajar mengajar. Keberhasilan usaha pendidikan bukan pertama terletak pada tersedianya perlengkapan pendidikan yang serba canggih, melainkan lebih pada kualitas sumber daya manusianya yaitu guru dan tenaga kependidikan yang lain. Para guru pada dasarnya adalah pengalih berbagai nilai, kearifan, pengetahuan dan keterampilan dari generasi terdahulu kepada generasi kemudian. Mereka adalah pelaku tugas pokok manusia dalam hidup ini. Oleh karena itu, agar pendidikan mencapai tujuannya maka diperlukan pendidik yang faham akan tugas dan perannya, faham akan kode etik keguruan, yang mentalnya kuat, moralnya tangguh, berkompeten dan profesionalismenya tinggi.

Keberadaan guru dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya tidak sekedar mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga dituntut untuk memimpin, mendidik dan membimbing serta menanamkan nilai-nilai religius, nilai etik (akhlak), nilai pragmatis dan nilai effect sensorik kepada peserta didik.

Sebagai pemimpin, guru harus memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan ide-ide yang perlu dikembangkan dikalangan peserta didiknya. Sistem kepemimpinan yang dapat menggerakan minat, gairah, serta semangat belajar mereka melalui metode apa pun yang sesuai dan efektif.

Sebagai pendidik, guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai pengarah dan pembina pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik kearah titik maksimal yang dapat mereka capai. Sasaran tugas guru sebagai pendidik tidak hanya sebatas pada mencerdaskan otak (intelegensi) saja, melainkan juga berusaha membentuk seluruh pribadi peserta didik menjadi manusia dewasa yang berkemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan mengembangkannya untuk kesejahteraan umat manusia.

Sebagai pembimbing, guru harus memfungsikan dirinya sebagai penunjuk jalan yang benar dalam pertumbuhan dan perkembangan yang tepat dari peserta didik dengan mendorong dan meningkatkan potensi kejiwaan dan jasmaninya. Agar usaha dan bimbingannya tersebut berhasil, maka guru perlu mempergunakan berbagai metode yang sesuai. (Mujayin Arifin : Ilmu Pendidikan Islam)

Dalam setiap pembelajaran, guru juga memiliki peran yang sangat sentral baik sebagai perencana yakni merencanakan dan merancang segala sesuatu yang mendukung terciptanya proses pembelajaran yang baik. Di samping itu juga, peran seorang guru juga sebagai pelaksana dan evaluator pembelajaran.

Berkaitan dengan hal ini, maka sebenarnya guru memiliki peran yang sangat unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar mengajar, dalam usaha menghantarkan peserta didik ke taraf kedewasaan. Dan sebagai salah satu unsur di dalam bidang pendidikan, guru harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional sesuai tuntutan masyarakat yang semakin berkembang.

Guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, yang berjasa dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Hanya saja guru tidak menyandang bintang di pundaknya ataupun lencana kehormatan di dadanya. Meskipun demikian, seorang guru tetap bergeming dari tugas dan perannya dalam menghantarkan peserta didik kearah tujuan pendidikan yang dicita-citakan.

Wallahu a'lam.

Tujuan Pendidikan Islam

Berbicara tentang tujuan pendidikan Islam berhubungan erat dengan agama Islam itu sendiri. Keduanya ibarat dua kendaraan yang berjalan di atas dua jalur yang seimbang, baik dari segi tujuan maupun rambu-rambunya yang disyariatkan bagi hamba Allah. Agama Islam senantiasa menyeru kepada umat manusia agar mentauhidkan Allah, beriman,dan beribadah serta bertakwa kepada Allah SWT.

Sedangkan pendidikan Islam berupaya menanamkan dan membina kehidupan umat manusia agar mentauhidkan atau mengesakan Allah SWT. sebagai Rabb (Pencipta) dan beriman kepada-Nya, membimbing serta mengarahkan manusia agar senantisa beribadah kepada Allah SWT. zat satu-satunya yag haq disembah, karena ini merupakan tujuan tertinggi diciptakannya manusia dimuka bumi ini. Allah SWT. berfirman :
Artinya :
”Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku” (Qs. Adz-Dzariyat :56).

Pendidikan Islam dalam membina kehidupan manusia diawali dengan tauhid. Dari tauhid tumbuh iman dan akidah yang kuat sehingga menghasilkan amal ibadah yang sholeh. Pada akhirnya amal perbuatan yang dijiwai oleh iman dan dipelihara terus menerus menciptakan suatu sikap hidup muslim yang bernama takwa serta mengembangkannya agar bertambah terus sejalan dengan pertambahan ilmu, sehingga memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Ada beberapa tujuan pendidikan Islam yang dirumuskan oleh para ahli pendidikan, di antaranya adalah :

Imam al-Ghazali berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam yang paling utama adalah beribadah dan taqarrub kepada Allah dan kesempurnaan insani yang tujuannya kebahagiaan dunia akhirat. (Ramayulis : Ilmu Pendidikan Islam)

Prof. M. Athiya al-Abrasyi menyimpulkan lima tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yaitu : Pertama, untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Kedua, persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Ketiga, persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Keempat, Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu. Kelima, menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis dan perusahaan supaya ia dapat menguasai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya ia dapat mencari rezeki dalam hidup dan hidup dengan mulia di samping memelihara segi kerohanian dan keagamaan. (Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam)

Dalam seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 di Cipayung-Bogor menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berpribadi dan berbudi luhur menurut ajaran Islam. (Mujayin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam)

Zakiah Daradjat, dkk memberikan rincian mengenai batasan tujuan pendidikan Islam, sebagai berikut :

a.Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan umum itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut.

Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan. Tujuan umum itu hanya bisa tercapai setelah melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan kebenarannya.

b.Tujuan Akhir
Pendidikan itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu kehidupan di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam firman Allah SWT :
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim” (Qs. Ali Imran : 102).

Tujuan akhir pendidikan Islam itu juga terletak dalam realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara perorangan, masyarakat maupun sebagai umat manusia secara keseluruhan. Allah SWT. berfirman :
Artinya :
“Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan seluruh alam” (Qs. Al-An’am : 162).

Tujuan akhir pendidikan Islam pada hakikatnya adalah merealisasikan cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah SWT. lahir dan batin, di dunia dan akhirat.

c.Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Tujuan operasional dalam bentuk tujuan instruksional/pembelajaran yang dikembangkan menjadi tujuan instruksional umum dan khusus, dapat dianggap tujuan sementara dengan sifat yang agak berbeda.

d.Tujuan Operasional
Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional. Dalam pendidikan formal, tujuan operasional ini disebut juga tujuan instruksional umum dan instruksional khusus. Tujuan instruksional ini merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam unit-unit kegiatan pengajaran. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Untuk tingkat yang paling rendah, sifat yang berisi kemampuan dan keterampilan yang ditonjolkan. (Zakiah Daradjat, dkk : Ilmu Pendidikan Islam)

Dari beberapa definisi di atas, menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari masalah nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri, karena realisasi nilai-nilai itulah yang pada hakikatnya menjadi dasar dan tujuan pendidikan Islam, yakni membentuk insan kamil yang senantiasa beriman dan beribadah serta bertakwa kepada Allah SWT. demi kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Atau dengan kata lain bahwa tujuan pendidikan yang disebutkan di atas terfokus pada terbentuknya kesadaran pada diri kita sebagai manusia hamba Allah yang wajib menyembah kepada-Nya dan mengingkari sesembahan-sesembahan yang lain. Kemudian terbentuknya kesadaran pada diri akan tugas kita sebagai khalifah yang senantiasa mengelolah bumi dengan amal usaha kita dengan tidak lepas dari tawakkal kepada Allah SWT. sehingga kita dapat meraih kenikmatan dan kesejahteraan lahir dan batin, baik selama masih di dunia maupun di hari kemudian kelak.

Wallahu a’lam.

Landasan dan Sumber Pendidikan Islam

Setiap usaha atau aktifitas yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan tertentu harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Karena dengan berpijak di atas landasan yang kuat itulah segala usaha atau aktifitas akan berjalan dengan baik dan menghasilkan apa-apa yang dicita-citakan.

Demikian halnya dengan pendidikan Islam sebagai suatu usaha membentuk pribadi manusia yang kaffah, harus pula berpijak di atas landasan yang kuat. Dengan berpijak di atas landasan yang kuat itulah semua kegiatan pendidikan mulai dari perencanaan program pendidikan dan pembelajaran sampai kepada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan baik. Pada akhirnya menghasilkan peserta didik yang berkualitas tinggi yakni peserta didik yang senantiasa beriman kepada Allah, beribadah dengan ikhlas semata-mata mengharapkan ridha dari Allah serta peserta didik yang senantiasa bertakwa kepada Allah kapan dan di mana pun mereka berada sesuai dengan cita-cita pendidikan Islam.

Landasan pendidikan Islam itu terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al-maslahah al-mursalah, istihsan, qiyas dan sebagainya. (Zakiah Daradjat dkk, Ilmu Pendidikan Islam)

a. Al-Qur’an.
Al-Qur’an ialah kalam Allah yang bernilai mu’jizat, yang diturunkan kepada ‘pungkasa’ Nabi dan Rasul Muhammad Saw, dengan perantara malaikat Jibril as, yang tertulis pada mushaf, membacanya terhitung ibadah, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. (Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an)

Masih banyak lagi para ulama mendefinisikan Al-Qur’an, namun pada prinsipnya sama, bahwa Al-Qur’an ialah Kalam Allah yang disampaikan dalam bahasa Arab, diturunkan secara berangsur-angsur melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw sebagai mukjizat. Al-Qur’an itu disampaikan kepada kita secara mutawattir, yang telah tertulis dalam Mushaf Usmani dan telah dihafal dengan baik oleh para hafidz dan hafidzoh sejak masa Nabi Muhammad Saw hidup sampai akhir zaman. Dimulai dari Surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-Naas, yang merupakan ibadah bagi yang membacanya, dan kafir bagi yang mengingkarinya. Isi Al-Quran itu terdiri dari dua prinsip besar yakni keimanan (Aqidah/Tauhid) dan Syari’ah yang di dalamnya mengandung unsur ibadah, muamalah dan akhlak.

b. As-Sunnah.
As-Sunnah dapat diartikan sebagai perilaku dan pola hidup yang telah mentradisi. As-Sunnah juga berarti jalan yang terbentang untuk dilalui. M. Hasbi Ash Shiddieqy mengatakan As-Sunnah berarti segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad Saw, baik perkataan, perbuatan maupun pengakuan (taqrir). (M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits)

Yang dimaksud dengan taqrir adalah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui oleh Rasulullah Saw, dan beliau membiarkan kejadian atau perbuatan itu berjalan.
As-Sunnah merupakan sumber pokok ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an. Sebagaimana Al-Qur’an, As-Sunnah juga berisi tentang dua prinsip besar yakni Aqidah/Tauhid dan Syari’ah.
c. Ijtihad
Dalam bidang fiqih ijtihad adalah mengerahkan segala tenaga dan pikiran untuk menyelidiki dan mengeluarkan (mengistimbat-kan) hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an dengan syarat-syarat tertentu. (Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Islam)

Ijtihad meliputi seluruh masalah termasuk masalah pendidikan. Apa pun masalahnya bisa diistimbatkan hukumnya oleh para mujtahid, sepanjang permasalahan tersebut belum ada dasar hukumnya di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid dan masalah yang diistimbatkan hukumnya tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Di samping ketiga landasan pendidikan Islam sebagai tumpuan berdirinya segala aktivitas dalam pendidikan Islam, maka pendidikan Islam pun harus bersumber pula dari ajaran Islam itu sendiri yakni Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad. Dengan adanya sumber itulah yang akan memberikan arah kemana tujuan pendidikan Islam yang sebenarnya.

Berbeda dengan sumber pendidikan sekuler yang hanya mengahantarkan peserta didik pada permasalahan dunia saja. Namun sumber pendidikan Islam yakni Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad memuat langkah-langkah yang akan ditempuh dalam kegiatan pendidikan Islam, agar dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan Islam tercapai tujuan yang diusung oleh ketiga sumber tersebut.

Wallahu a’lam.

Pengertian Pendidikan Islam

Pengertian Pendidikan Islam

1.Pengertian Etimologi
Dalam khazanah pendidikan Islam terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan pengertian pendidikan, antara lain adalah : ta’diib yaitu perjamuan makan atau pendidikan sopan santun (akhlak), ta’lim yaitu pengajaran yang hanya terbatas pada kegiatan penyampaian dan pemasukan ilmu pengetahuan, dan tarbiyah yaitu mengasuh atau mendidik. Sedangkan Imam al-Ghazali menyebut pendidikan dengan sebutan al-riyadhat yaitu olah raga atau pelatihan. Term ini dikhususkan untuk pendidikan masa kanak-kanak. Namun sekarang umumnya istilah yang dipakai untuk pendidikan Islam adalah tarbiyah. (Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam)

Menurut kamus kebahasaan, kata tarbiyah memiliki tiga akar kata yaitu :
Pertama : Rabba – yarbu yang artinya bertambah dan berkembang. Hal ini senada dengan firman Allah SWT. 
Artinya :
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Qs. Ar-Ruum : 39)

Kedua : Rabiya-yarba yang berarti tumbuh dan berkembang.
Ketiga : Rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga dan memperhatikan.

Al-Roqhib al-Asfihani dalam Mu’jam Alfaz Al-Qur’an mengatakan : kata Rabb asalnya adalah al-tarbiyah, yaitu membangun sesuatu tahap demi tahap hingga sempurna. (Abdurahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat)

b. Pengertian Terminologi
Dalam mendefinisikan pengertian pendidikan Islam, terdapat beberapa pendapat para ahli, akan tetapi mengandung unsur persamaan. Perbedaan hanya terletak pada penekanan mereka sesuai dengan pengamatan masing-masing. Di antara pendapat tersebut adalah :

Muhammad Athiyah Al-Abrasyi dalam At-Tarbiyah al Islamiyah wa falsafatuna, mengatakan bahwa pendidikan agama (Islam) adalah mempersiapkan individu agar ia dapat hidup dengan kehidupan yang sempurna. (Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Saleh)

Pendidikan Islam adalah usaha sadar untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan segala potensi yang dianugerahkan Allah kepadanya agar mampu mengemban amanat dan tanggung jawab sebagai khalifah di bumi dalam pengabdiannya kepada Allah. (Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan)

Ahmad D Marimba menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. (Ramayulis, op. cit)

H. M. Arifin dalam bukunya “Ilmu Pendidikan Islam” mengatakan bahwa pendidikan Islam ialah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadian.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu usaha mempersiapkan manusia agar dapat hidup dengan kehidupan yang sempurna. Yang dipersiapkan dan dikembangkan adalah potensi dirinya meliputi jasmani dan rohaninya sebagai suatu kesatuan tanpa mengesampingkan salah satu aspek, dan melebihkan aspek lainnya. Dengan demikian lahirlah individu-individu yang mampu memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam, yakni mengemban amanat Allah sebagai khalifah di bumi, dan senantiasa beriman, beribadah serta bertakwa kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam.